Perluas Jaringan Internet, PT. Fiber Network Indonesia Gelar Acara Grand Opening Our NewBranch In Batam.
Ket. Foto : Foto Bersama Roni Marzuki, GM PT. Fiber Network Indonesia ( Kiri ) Bersama Staff |
Ket. Foto : Foto Bersama Roni Marzuki, GM PT. Fiber Network Indonesia ( Kiri ) Bersama Staff |
Rotasi Kepri ( Jakarta ) - Peningkatan jumlah pasien Covid 19 di Indonesia ternyata mendatangkan permasalahan baru, di mana terjadi peningkatan jumlah limbah APD, terutama masker. Limbah masker juga ikut disumbang oleh makin tingginya jumlah masyarakat yang menggunakan masker bedah ataupun jenis masker sekali pakai lainnya. Menyikapi hal ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menggelar webinar yang bertema “Jangan Buang Maskermu!: Pengelolaan Limbah Masker di Masa Pandemi COVID-19”, pada Kamis (16/2) secara virtual.
Dalam sambutannya Sekretaris Utama LIPI, Nur Tri Aries Suestiningtyas menyampaikan bahwa di Indonesia timbulan limbah medis termasuk masker dan Alat Pelindung Diri (APD) tercatat telah mencapai 1.662 ,75 ton pada rentang bulan Maret sampai September 2020. “Ini harus menjadi perhatian kita bersama baik peneliti, penggiat dan juga sektor lingkungan hidup atas dampak buruk yang ditimbulkan oleh limbah medis terhadap lingkungan,” ujar Nur pada pembukaan acara webinar.
Dirinya menjelaskan bahwa saat ini LIPI telah memiliki teknologi yang dapat digunakan untuk pengelolaan limbah, sterilisasi, insenerator, dan daur ulang limbah medis yang jumlahnya semakin meningkat di masa pandemi Covid-19. Nur mengharapkan terbentuknya kerjasama dengan industri dengan adanya investasi pada pengelolaan limbah masker, sebagai langkah konkrit penyelesaian masalah limbah APD.
Pada kesempatan yang sama Agus Haryono yang merupakan Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI menyampaikan bahwa limbah medis terutama masker yang mengandung plastik membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk bisa terurai. “Hal ini tentu menjadi masalah bagi lingkungan, karena plastik sulit terurai. Selain itu limbah masker juga sangat infeksius sehingga dapat membahayakan masyarakat terutama petugas kebersihan,” tutur Agus lebih lanjut.
“Strategi sinergi multi pihak untuk mengatasi limbah masker dapat dilakukan dengan pengamatan, diskusi, serta kolaborasi,” sebut Agus. Pengamatan terhadap kondisi disekitar lingkungan, menurutnya, perlu dilakukan untuk menentukan langkah penanganan limbah APD. “Hasil kajian dari peneliti LIPI, menemukan adanya timbulan limbah APD yang mengandung plastik yang dibuang di daerah teluk Jakarta, seperti di Marunda dan Cilincing. Peningkatannya mencapai 5 persen dimasa pandemi,” ungkap Agus. Dirinya menambahkan bahwa di Teluk Jakarta, ditemukan jumlah limbah APD yang mencapai 16% atau sekitar 0,3 ton dari sampah yang ada diteluk Jakarta .
Menurutnya, permasalahan limbah medis yang terjadi saat ini juga disumbang oleh banyaknya pembuangan limbah APD oleh beberapa pihak secara sembarangan. “Kasus pelanggaran pembuangan limbah APD akan makin banyak muncul jika tidak adanya sinergi dari berbagai pihak terkait. “Bersinergi akan mempercepat hilirisasi inovasi teknologi yang dimiliki oleh LIPI untuk menangani limbah medis,” tegasnya. Agus menyebutkan, beberapa teknologi yang dimiliki LIPI diantaranya insenerator sampah infeksius Covid-19, alat penghancur jarum suntik, riset daur ulang limbah masker serta instalasi pengolahan air limbah dengan plasma nanobubble,.
Selanjutnya, Kepala Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI, Ajeng Arum Sari mengungkapkan bahwa pemerintah daerah telah ikut berpartisipasi dalam menyediakan sarana dan prasarana bagi pembuangan limbah masker yang bersumber dari rumah tangga, seperti penyediaan dropbox. “Sedangkan limbah APD pada fasilitas kesehatan yang berasal dari pasien Covid-19 dapat dimusnahkan dengan insenerator ataupun autoklaf berpencacah” terang Ajeng.
Ajeng menambhakan, saat ini pengetahuan masyarakat akan pengelolaan limbah APD masih sangat minim. “Hal ini sangat beresiko pada pencemaran lingkungan dan penularan virus penyebab Covid-19 melalui limbah APD,” ungkapnya. “Berbagai penyadartahuan dan kolaborasi antar pihak terkait untuk penanganan limbah mutlak dilakukan. LIPI telah mempunyai berbagai teknologi penanganan limbah masker, lebih lanjut perlu regulasi yang jelas dan kerjasama dengan pihak terkait untuk penerapannya” tutur Ajeng.
Sebagai informasi, Webinar yang dilaksanakan dalam rangka peringatan Hari Peduli Sampah Nasional Tahun 2021 ini juga menghadirkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Manajer Program Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) serta para peneliti LIPI yang terkait dengan penelitian limbah masker.( RK )
Sivitas Terkait : Dr. Eng. Agus Haryono
sumber : lipi.go.id
Rotasi Kepri - Pekanbaru. Sebagai Digital Telco Company di Indonesia, Telkomsel terus bergerak maju menggelar akses broadband digital ke seluruh negeri.
Telkomsel membutuhkan sumber energi untuk mengoperasikan 228.000 Base Transceiver Station (BTS) yang tersebar di seluruh negeri. Kebutuhan energi yang besar mendorong Telkomsel untuk memanfaatkan energi ramah lingkungan, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi fuel cell.
General Manager NOQM Telkomsel Regional Sumbagteng, Alvo Ismail mengatakan Telkomsel turut berkomitmen mendukung cita-cita pemerintah untuk membangun ekonomi berbasis energi bersih atau ramah lingkungan.
"Komitmen tersebut diwujudkan dengan pemanfaatan fuel cell, sumber energi dengan bahan bakar Hydro Plus (Campuran Methanol & Air) yang kami implementasikan dibeberapa BTS di wilayah Riau, Kepulauan Riau dan Sumatera Barat," jelas Alvo lewat rilis yang diterima expossidik.com, Senin (8/2/2021).
Lebih lanjut Alvo menjelaskan bahwa pemanfaatan energi ramah lingkungan bukanlah hal baru bagi Telkomsel. “Sebelumnya, Telkomsel juga telah memanfaatkan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan diantaranya solar cell (tenaga surya ) dan wind turbin (tenaga angin).
"Pemanfaatan energi ramah lingkungan tersebut dapat kami wujudkan berkat riset berkesinambungan berlandaskan semangat mempertahankan dan meningkatkan pelayanan Telkomsel," kata Alvi.
Teknologi fuel cell dapat memproduksi energi listrik dengan gas buang berupa uap air (zero emission). Telkomsel telah menggelar 216 BTS Go Green Fuel Cell diseluruh Indonesia, dengan 70 BTR tersebar di wilayah Riau, Kepulauan Riau dan Sumatera Barat. Penggunaan sumber energi alternatif ramah lingkungan ini juga turut menjadi bagian dari usaha Telkomsel memastikan ketersediaan jaringan broadband diseluruh penjuru negeri.
“Semangat pemanfaatan energi ramah lingkungan ini akan terus kami jaga untuk mewujudkan Industri Telekomunikasi yang ramah lingkungan di Indonesia. Dengan kapabilitas yang kami miliki, Telkomsel akan terus menghadirkan layanan serta solusi digital terkini dengan pemanfaatan sumber energi tanpa emisi," tutup Alvo. ( RK )